Puisi Dahaga Laut Karya D. Kemalawati

Puisi Dahaga Laut Karya D. Kemalawati

Puisi Dahaga Laut Karya D. Kemalawati - Deknong Kemalawati lahir(2 April 1965, Meulaboh, Aceh) adalah salah seorang penyair modern Indonesia, Pengurus Dewan Kesenian Banda Aceh, Pemenang Hadiah Sastra Pemerintah Aceh.

 

Dahaga Laut

 

Kami anak nelayan

Debur ombak adalah zikir kami

Pasir putih adalah sajadah kami

Air laut adalah perut kami

Dahaga kami

Lapar kami

 

Kenapa ombak tiba-tiba menjulang

Mengukir gunung dalam sekejap

Lalu pecah terdorong dahsyat

Menerjang gubuk-gubuk reot kami

Menggulung ibu yang sedang menjemur kain di halaman

Menggamit tubuh kecil kami yang sedang membantu ayah

Memungut ikan-ikan yang terdampar itu

Terbayang ayah tak perlu melaut esok hari

Tak perlu membiarkan kami terjaga di waktu subuh

Membaui aroma laut di tubuhnya

Ikan-ikan yang terdampar itu

akan kami tukarkan dengan jala baru

menggantikan jala usangnya yang berlubang

 

Hanya sekali itu

Hanya sekali itu saja ombak menjulang

menggulung tubuh kami dalam larva kelam

lihatlah leher ibu yang berdarah

atap rumah yang terseret arus melukainya

lalu lumpur hitam yang pekat menutup rapat tubuhnya

Masya Allah, bayi itu lepas dari pelukan ibunya

Terlempar ribuan meter

Tangisnya hilang bersama detak jantungnya

Ya Allah, terlalu cepat ia berlalu tanpa sempat menyentuh tangannya

Yang menggapai-gapai itu, pandangan yang redup hilang dalam sekejap

wahai, Di manakah dermagamu

 

Ombak itu terus berlari bagai bala tentara yang maha ganas

Mengejar kami yang berlarian tak tentu arah

Membungkam jerit anak-anak yang ketakutan

Zikir yang tertahan, azan yang terpenggal

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun

Beribu-ribu kami yang tak berdaya terkapar

Karam bagai kapal kertas

Jiwa kami melayang

bagai kapas dihempas badai

Ya, hanya sekali itu

Dalam hitungan menit ombak itu kembali pulang

laut tenang

tinggallah nyeri yang berenang-renang di darat ini

di hati jutaan kami

 

Kami anak nelayan, hari-hari menghitung ombak

Melukis purnama dalam pasang yang purba

Mengintip penyu menitipkan telurnya

Membangun rumah-rumah pasir sambil

membayangkan ayah ibu menghabiskan senjanya di sana

kini kami menyepi di tenda-tenda

sunyi dari deburan ombak

 

Kami anak nelayan

debur ombak adalah zikir kami

pasir putih adalah sajadah kami

air laut adalah perut kami

lapar kami

dahaga kami

 

O lihatlah perahu-perahu itu menuju

jejak kampung kami yang senyap tanpa canda

pesisir yang wangi oleh cemara

desah nafas kami terkurung di sini

biarkan kami mendekat

memungut kayu-kayu yang berserakan

untuk tiang gubuk kami yang baru.

 

 

Banda Aceh, 18 Februari 2005

 


Lebih baru Lebih lama